ArticleHeadline

7 Modal Utama Menulis dari Naning Pranoto

Sumber: Ruangaksaraku.com

Kali ini aku ingin berbagi tentang 7 Modal Utama Menulis dari penulis produktif, Naning Pranoto. Tips ini aku kutip dari buku tulisan beliau tentang penulisan. Judul bukunya Creative Writing, 72 Jurus Seni Mengarang terbitan PM Pustaka, Mei 2006. Naning Pranoto berprofesi sebagai dosen dan juga novelis produktif yang telah menghasilkan banyak novel dan cerpen yang temanya out of the box. Sebut saja novel Azalea Jingga dan Miss Lu.

1. Penguasaan Bahasa dan Cara Menulisnya

Ya, keunggulan para penulis dibandingkan dengan orang awam adalah kemampuan berbahasa. Sebagai penulis kita tentu saja harus menguasai suatu bahasa untuk berkomunikasi dengan pembaca kita. Sebelum kita menulis, pikirkan sejenak: Menulis apa? Untuk siapa? Ya, tentu saja kita menulis untuk pembaca. Tapi, pembaca yang mana? Tentukan pembacamu. Menulis adalah pekerjaan untuk orang lain. Tulisan kita akan berarti jika sudah beredar di masyarakat. Biarkan mereka menilai tulisan kita, baik atau buruk, ya Kawan.

2. Kaya Kosakata

Bahasa bisa dipahami pembaca bila ditulis dengan jelas yaitu gunakan kata yang mudah dipahami artinya dan dirangkai menjadi kalimat tidak rumit. Kalimat tidak rumit terdiri dari S-P-O-K. Panjang kalimat maksimal 18 kata. Kalimat yang ideal cukup 8-10 kata.

Jangan lupa, perhatikan tanda baca seperti koma bila terpaksa menulis lebih dari 10 kata dalam sebuah kalimat. Agar pembaca tidak terengah-engah. Pramoedya Ananta Toer senang menggunakan kalimat pendek-pendek dalam karyanya. Agar mudah dipahami, kita perlu memiliki koleksi kosakata yang memadai . Agar mampu mengungkapkan pikiran secara efektif dan ekspresif. Untuk memperkaya kosakata, diperlukan latihan.

Biasakan membuka kamus bahasa Indonesia untuk menambah perbendaharaan katamu, untuk mencari kekuatan kata-kata. Kamu bisa membuka KBBI daring di internet, mudah dan gratis, hanya model kuota data. Lakukan juga cara ini:

Himpun paling sedikit 10 kata yang mengandung makna/ mengekspresikan:

1.Cinta

2. Kebencian

3. Kedamaian

4. Pujian

5. Hardikan

6. Aklamasi

7. Rayuan

8. Ancaman

9. Kerinduan

10. Keresahan

11. Harapan

3. Memiliki Akar dan Wawasan

Menulis karya kreatif berupa fiksi adalah buah dari rekaan atau imajiner. Namun bukan berarti karya fiksi hanya khayalan belaka. Ada dukungan fakta tapi difiksikan. Misalnya novel- novel karya Pramoedya Ananta Toer. Walau karya fiksi tetapi berlatar belakang sejarah kebangkitan nasional Indonesia yang mulai bergerak tahun 1920-an misalnya tetralogi Bumi Manusia. Contoh lain adalah karya NH. Dini yaitu Namaku Hiroko yang berlatar belakang kebudayaan Jepang.

Karya tersebut cemerlang, mendapat pujian dan penghargaan tidak karena ditulis berdasarkan daya imajinasi belaka. Tapi didasari akar yang kuat serta wawasan yang luas dan dalam. Dimaksud akar dan wawasan ini adalah penguasaan penulis akan materi yang digarapnya.

Untuk bisa memiliki karya berbobot, seorang pengarang dituntut memiliki akar dan wawasan tentang materi yang ditulisnya.Keduanya dapat diperoleh melalui observasi, survei, membaca buku-buku atau ikut menjalani kehidupan bersama obyeknya. Pramoedya Ananta Toer dikenal sebagai peneliti sejarah dan rajin mengkliping hasil penelitiannya.

Sedangkan Pearls S. Buck, penulis novel yang berlatar belakang Cina karena ia hidup puluhan tahun di Cina Daratan sebagai pekerja sosila sehingga ia mengetahui betul karakteristik masyarakatnya.

4. Kepekaan Terhadap Lingkungan

Bila kita hendak menulis cerita pendek atau novel, diperlukan pembekalan pengetahuan tentang manusia dan alam sekitarnya serta Sang Pencipta. Kita harus mengenal apa itu manusia, alam semesta. Untuk itu, seorang pengarang harus peka terhadap lingkungannya. Tidak boleh kebal dan bebal. Sikap itu harus diganti dengan sikap cerdas, toleran dan empati.

Sikap cerdas, toleran dan empati membuat orang menjadi lebih mudah bergaul, punya rasa belas kasihan, komunikatif, mudah beradaptasi serta mampu merasakan yang dirasakan orang lain. Dengan demikian mudah memahami orang-orang disekitarnya, lingkungannya secara kultural, ekologi, politik, akademik, agama, maupun status sosial dan kelas ekonominya.

Tidak mudah memahami orang lain. Caranya dengan latihan bertahap. Latihan dimulai dengan memahami diri sendiri (perilaku, sifat dan kebiasaan) kemudian banyak bergaul, banyak membaca buku psikologi pribadi maupun psikologi massa, sosiologi. Lebih luas lagi sejarah dan kebudayaan. Dari sumber tersebut, kepekaan kita dalam memahami lingkungan akan terasah.

5. Memompa dan Mengolah Daya Imajinasi

Jangan jadi pengarang kalau malas atau malu-malu berimajinasi

(Maya Angelou, novelis)

Bagi seorang pengarang, berimajinasi adalah keharusan. Modal utama. Tanpa imajinasi, pengarang akan mandul. Ada yang beranggapan kalau imajinasi tinggi itu bakat. Tapi, pengarang yang ternama kebanyakan berbakat dan keinginannya untuk sukses kuat sekali. Jadi bakat seseorang hanyalah pemicu.

Menurut ilmu creative writing, berimajinasi tinggi itu bisa dipelajari dan diasah dengan cara latihan yang penuh disiplin. Sehingga yang merasa tak berbakat, tetap bisa memiliki daya imajinasi sebagai modal mengarang. Asalkan rajin melakukan serangkaian latihan. Antara lain:

a. Banyak membaca buku yang memacu imajinasi

b. Menyendiri untuk berkhayal

c. Mendekatkan dengan alam dan isinya untuk bermetafora (misalnya menjadi burung, menjadi sungai, kupu-kupu dll)

d. Mengolah berbagai perasaan: sedih, gembira, kecewa, muak dll.

Daya imajinasi yang kita olah akan jadi ruh penulisan naskah kita, diungkapkan melalui ungkapan bahasa yang komunikatif dan sampai ke pembaca.

6. Konsentrasi

Pekerjaan menulis untuk menghasilkan cerpen atau novel berbobot tidaklah sekedar mengetikkan di depan komputer. Tapi memerlukan konsentrasi untuk dapat menuliskan karya yang bermakna bagi para pembaca. Juga mampu membangun estetika melalui rangkaian bahasa sebagai medianya.

Cara berkonsentrasi antara lain dengan latihan melakukan kontemplasi dan meditasi. Tujuannya antara lain untuk memperoleh pikiran jernih, ketenangan, ketentraman dan memfokuskan perasaan dan piikran saat menulis.

Untuk dapat berkarya, penulis harus berani sendiri dan menyendiri pada saat tertentu. Bahkan terasing. Proses menyendiri ini penting bagi kita untuk menyelesaikan karya. Agar bisa berkonsentrasi penuh menuliskan sesuatu yang diinginkannya secara leluasa, bebas, merdeka, liar dalam berekspresi. Bila penulis tak tahan menghadapi rasa sepi, ia mungkin kesulitan dalam berkarya.

7. Disiplin

Untuk menjadi pengarang sukses, mutlak harus disiplin dalam menulis!

Tanpa kedisiplinan, karya tidak mungkin jadi. Yang membuat seseorang tidak disiplin adalah berasal dari diri sendiri yaitu sifat malas dan tidak mampu mengelola waktu. Untuk mengatasinya, pertama-tama harus menaklukkan diri agar tidak menjadi pemalas.

Hal-hal yang seyogyanya dilakukan adalah:

1. Menentukan jadwal menulis (jam-jam tertentu tiap hari)

2. Menyediakan tempat khusus untuk menulis -yang memadai agar daapt bekerja optimal

3. Menyediakan sarana menulis: pena, mesin ketik, komputer, buku referensi

4. Mempunyai Jadwal Membaca (menyediakan jam tertentu tiap hari untuk membaca agar menambah wawasan)

5. Berdiskusi untuk mengasah kemampuan, daya pikir, imajinasi dan kepekaan

6. Mengevaluasi karya yang telah diciptakan

Jadi, tunggu apa lagi?

Mari menulis sekarang juga!

Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close