L. ASRI INDAH NURSANTI PENGGAGAS DON BOSCO GREEN PEN
Oleh Naning Pranoto
Bu Asri! – demikian nama panggilan akrabnya. Perempuan kelahiran Klaten ini lahir bukan dari keluarga petani, tapi kecintaannya kepada alam menumbuh sejak usia dini. Memang, dia bukan pendaki gunung maupun penjelajah alam yang akrab tidur beratap langit berhias bintang dan berselimut embun. Tapi ia akrab dan menyayangi tanaman hijau, yang membuatnya hidup titi, tata dan tentrem.
Rumahnya yang ada di kawasan Kayu Putih Jakarta Timur dipenuhi dengan tanaman hias dan juga sekolah tempat ia membaktikan diri sebagai pendidik. Ia terapkan siswa baru yang masuk ke sekolahnya diwajibkan membawa tanaman untuk menghijaukan sekolah.
Walau kadang tidak semua tanaman hias yang dibawa murid baru bisa tumbuh baik karena kurang perawatan dan bangunan sekolah kini sedang direnovasi. Meskipun demikian ia terus melanjutkan programnya dengan penuh semangat. Tujuannya, penghijauan sekolah untuk menciptakan udara yang sehat dan segar serta atmosfer yang memancarkan energy positif.
Karena ia menyadari sepenuhnya, bahwa saat ini persoalan ekologi menjadi tantangan tersendiri dampak dari kemajuan pembangunan dan teknologi. Maka ia berpikir dan selalu berpikir bagaimana caranya mendidik anak didik agar peduli terhadap pelestarian lingkungan.
Pucuk dicinta ulam tiba. Akhir November tahun 2013, ia mendapat undangan dari Perum Perhutani Jakarta untuk menghadiri peluncuran Sastra Hijau yang digagas oleh penulis Naning Pranoto didukung oleh Penyair Soesi Sastro. Dari undangan ini ia mendapat masukan bahwa untuk melestarikan lingkungan bisa melalui pena – green pen. Pada waktu itu yang disosialisasikan oleh Naning Pranoto adalah ajakan menulis sastra – Sastra Hijau.
Bu Asri berpikir, tidak semua anak didiknya suka atau bisa menulis sastra. Maka ia lalu mengembangkannya dengan menambahkan tulisan non-sastra yaitu artikel tapi tetap mengacu pada ruh dari sastra hijau. Dari pemikirannya itu ia menggagas Don Bosco Green Pen.
Nama Don Bosco adalah nama sekolah di mana ia membaktikan diri. Tahun 2004 ia diangkat sebagai Kepala SMP dan SMA Don Bosco III Cikarang. Kemudian tahun 2013 pindah tugas sebagai Kepala SMP Don Bosco II Pulomas Jakarta Timur hingga tahun 2018 awal. Selanjutnya, ia bertugas sebagai Kepala SMA Don Bosco 2 Pulomas Jakarta hingga saat ini.
Ia sosialisasikan Gerakan Don Bosco Green Pen melalui ekstrakurikuler creative writing. “Tentu saya tidak bisa kerja sendiri. Selain merangkul para guru Bahasa Indonesia, saya mengundang penulis dan sastrawan.” Papar Bu Asri.
Sarjana Bahasa dan Sastra Indonesia alumni Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini (dulu namanya IKIP Sanata Dharma) kemudian bersinergi dengan Naning Pranoto sebagai Mentor Creative Writing dan Sastra Hijau, bekerjasama dengan berbagai pihak.
Proyek pertama dari Don Bosco Green tahun 2014 adalah menulis puisi tentang pentingnya air bagi kehidupan yang diberi judul Jeruji Waktu – Antologi Puisi ditulis oleh siswa-siswi gabungan dari SMP Don Bosco 1 Kelapa Gading Jakarta, SMP Don Bosco 2 Pulomas Jakarta dan SMP Don Bosco 3 Cikarang Jawa Barat. Proses penulisan didampingi oleh Penyair Adri Darmadji Woko dan Penyair dr. Handrawan Nadesul yang biasa dipanggil Hans.
“Waktu itu saya masih jadi Kepala SMP Don Bosco 2,” kata Bu Asri dengan penuh semangat, “Anak didik kami menyambut dengan penuh antusias. Karena yang terlibat dalam Don Bosco Green Pen tidak hanya siswa-siswi yang suka atau bisa menulis, tapi juga mereka yang mennaaruh minat pada senirupa dan fotografi. Karya-karya mereka kami muat dalam buku menjadi karya yang menyuarakan pelestarian lingkungan secara terpadu.”
Untuk selanjutnya, setiap tahun proyek Don Bosco Green Pen menerbitkan satu judul buku. Tahun kedua, menerbitkan Antologi Mini-Fiksi berjudul Dawai Irama Alam selain dimentori oleh Naning Pranoto juga bersama cerpenis Farick Ziat. Buku kedua ini ditulis sepenuhnya oleh Siswa-Siswi SMP Don Bosco 2. Demikian pula buku ketiga Hiruk Pikuk Kota Jakarta dan Lingkungannya, serta buku keempat Pesona Indonesia di Panggung Dunia. Buku-buku tersebut beredar di wilayah Jabodetabek melalui toko-toko buku terkemuka. Buku kelima, kala artikel ini ditulis, sedang proses terbit judulnya Satu Bumi Bersama Emil Salim.
“Untuk memperkaya isi buku dan memberi pembelajaran pada anak didik, kami belajar pada para tokoh pelestari lingkungan,” tutur Bu Asri. Sumber pembelajaran antara lain dengan musisi kawakan Ully Harry Rusady dan Prof. Dr. Emil Salim – Menteri Lingkungan Hidup kurun 1983 – 1993 yang kiprahnya mendunia. Selain itu, anak didiknya juga diajak bercocok tanam dan mengakrabi lingkungan melalui program live in di pedesaan luar Jakarta dan field-trip di tempat-tempat ekowisata. Mereka diwajibkan menulis pengalamannya selama mengikuti kedua program tersebut.
“Hampir semua program kegiatan sekolah kami kaitkan dengan kepedulian terhadap lingkungan. Puji Tuhan anak didik kami selalu enjoy, karena program kami kemas sesuai dengan gaya hidup remaja zaman now.Maka Don Bosco Green Pen juga mementaskan mini-opera di mana anak-anak yang suka menyanyi dan bermain musik ikut tampil. Kami pun beriliterasi dengan paket komplit, tidak sekadar membaca dan menulis saja tapi juga aplikasinya.” Bu Asri yang selalu energik itu tampak sumringah.
Buku-buku yang diterbitkan Don Bosco Green Pen diluncurkan dengan acara layaknya buku-buku karya penulis dan pengarang profesional. Pembahasnya juga para pakar sesusai dengan tema buku dan bersinergi dengan Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta maupun wilayah Jakarta Timur. Tempat peluncuran selain di sekolah, juga di Toko Buku Gramedia dan Auditorium Perpustakaan Nasional RI.
“Dalam momen ini anak didik dapat pembelajaran bedah buku dan menyaksikan cara para pakar berbicara mempresentasikan pemikirannya. Semoga dapat menginspirasi anak didik di bidang akademis, budaya, seni dan profesi untuk bekal masa depannya dengan fondasi peduli terhadap pelestarian lingkungan.” Harapan Bu Asri.
Tahun 2015, Pemerinah RI melalui Kemendikbud mencanangkan program Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Bu Asri telah mendahuluinya dengan Gerakan Green Pen. Maka tak heran jika sekolah yang dipimpinnya kini dijadikan percontohan di wilayah Jakarta Timur dan mendapat beberapa penghargaan. Bahkan anak didiknya yang aktif mengikuti program tersebut mempunyai kemampuan menulis lebih dibandingkan dengan anak didik yang tidak mengikuti program menulis. Itu terbukti dengan prestasi yang mereka raih melalui lomba menulis tingkat nasional maupun regional. Selain itu, buku-buku karya yang diterbitkan tampil dalam pameran buku nasional maupun internasional.
Semua prestasi itu membuat Bu Asri yang menulis buku Panggilan Literasi, Dampingi Anak Didik Berprestasi, terus tertantang bergerak lebih baik sesuai dengan tuntutan zaman yang akan memasuk Era Industri 4.0. Don Bosco Green Pen yang digagasnya dikembangkan pada pembelajaran literasi digital dan pengembangannya untuk diaplikasikan sebagai skills. “Kini anak-anak saya ajak belajar memproduksi film dan cabang-cabang kreativitasnya.” Bu Asri menutup pembicaraannya. *