Article

MENULIS PUISI BUTUH KEBUGARAN OTAK

Puisi ada dua. Puisi asal puisi, atau puisi yang sungguh puisi. Yang sungguh puisi butuh kondisi otak. Bukan hanya sosok otak, terlebih otak yang bernas, dan bugar.

Otak yang bernas bukan cuma seberapa penuh muatannya, tapi juga dimuat apa (saja). Otak yang bugar bagaimana bangunan otak masih tetap utuh memikul muatannya sepanjang hayat. Muatan bernas berkualitas, tapi bangunannya lapuk, tampilan otak akan kopong juga. Bangunan otak sendiri makin lapuk seiring usia. Makin kurang dirawat, makin lekas menjadi lapuk.

Merawat otak soal diberi makan apa, juga soal seberapa rutin dan giat otak masih dipakai. Selama tidak ada gen buruk warisan, bangunan dan isi otak mestinya masih tetap utuh. Bangunan otak masih tetap kokoh bila makanan otak, antara lain lemak tak jenuh minyak ikan, dan sejumlah vitamin, serta aliran darah otak pemasoknya dalam kondisi sehat. Untuk itu menu untuk otak perlu lengkap, termasuk protein telur.

Aliran darah otak akan deras bila fungsi jantung normal, dan fungsi jantung normal apabila badan selalu bergiat, dan pembuluh darah tubuh dalam kondisi tidak tersumbat. Sumbatan pembuluh darah terbentuk bila kolesterol, diabetik, hipertensi, dan stres tidak dikendalikan. Hanya apabila pembuluh darah bersih, alirannya deras, dan menu harian memadai untuk makanan otak, maka bangunan otak yang memikul segenap muatannya, akan tetap kokoh. Pada kondisi demikian otak berfungsi optimal, utuh dan penuh.

Hanya apabila otak berfungsi utuh dan penuh, hidup akan menciptakan karya besar. Hidup yang berbuah. Hidup yang bertelur. Termasuk karya sastra, telur puisi yang sungguh puisi.
Bangunan otak yang bugar dibutuhkan dalam menulis puisi, karena menulis puisi, yang sungguh puisi, butuh kerja sejumlah bagian, atau pusat-pusat di otak.

Sekurangnya perlu kebugaran otak bagian depan (prefrontal) tempat merancang dan kemampuan memilih diksi, dan menetapkan tindakan (eksekusi), otak samping (temporal lobe), khususnya bagian hippocampus untuk memanggil kembali (recall) semua memori yang tersimpan tentang orang, wajah, kisah, aroma, kenangan, dan semua pengalaman batin baik jangka panjang maupun yang baru dialami. Muatan memori inilah yang memperkaya isi puisi. Pada bagian hippocampus otak samping ini pula ada pusat HPA Axis yang menghadirkan rasa keindahan, termasuk rasa bahasa. Puisi yang indah muatan bahasanya, hanya bila tajam rasa bahasa penyairnya. Ada keindahan emosi saat puisi ditulis.

Bagian otak lain, otak kecil (cerebellum), khususnya bagian limbik sebagai pusat emosi, di situ harmoni keindahan diolah dan dibangun, khususnya dalam mengatur rima. Dan bagian terakhir, otak belahan sisi kanan yang perlu tajam juga. Kita ingat, bahwa sekolah hanya menajamkan otak kiri yang analitik, dan matematis, tapi tanpa menajamkan belahan otak kanan, hidup inangnya tidak mungkin bisa arif.

Belahan otak kanan ditajamkan oleh berkesesian, berkreasi, sekurangnya mengapresiasi kesenian. Hanya apabila kedua belahan otak terasah, maka individu bukan saja cerdas, melainkan juga bijak. Maka pujangga, berkonotasi sebagai penasihat raja, karena kualitas hidupnya yang selengkap itu.

Demikian. Maka kalau kepingin membuahkan puisi yang sesungguhnya puisi, muatan otak selain perlu penuh dan berkualitas, dan itu diperoleh dari membaca dan membaca, bangunan otak juga perlu dirawat agar belum lapuk memikul muatannya yang sudah utuh dan penuh. Untuk itu fisik perlu dibuat bugar. Tak cukup hanya fisik, secara kejiwaan, sosial, serta spiritualitas juga semuanya perlu dibuat bugar. Itu maka saya tidak bosan menyampaikan, rawatlah badan supaya puisi kita bertelur.

Hidup berkarya apa saja bisa berkat kerja otak, atau kerja otot. Kerja otot meletihkan fisik, kerja otak meletihkan batin. Kerja otak lebih dinilai tinggi ketimbang kerja otot. Sekadar tandatangan yang berpotensi kerja otak, menghasilkan gepokan uang. Tapi kuli panggul seharian hanya untuk memberi makan sehari.
Sekolah dipersiapkan untuk membuahkan prestasi kerja otak. Dengan otak, duduk tanpa mengerahkan kerja fisik buahnya bisa lebih besar. Kerja menulis juga begitu. Menulis itu kerja otak. Maka otak perlu dibangun paripurna, dan rawatlah sepanjang hayat.

Meraih kebugaran total, sebetulnya bukan barang mewah. Bisa dilakukan dengan cara mudah, murah, sederhana sebagaimana selama ini saya sampaikan dalam buku yang saya tulis, dan seminar, serta talkshow yang saya bawakan, termasuk dua kali pada kesempatan Peluncuran Poci 2014 dan 2015, dan sekali Peluncuran Buku Puisi di Semarang tahun lalu, saya menyampaikan konsep “Sehat Itu Murah”.
Keliru memilih gaya hidup yang menyebabkan hidup dirongrong penyakit. Sekarang mulailah memilih gaya hidup sehat. Tepat memilih menu: warteg lebih tepat ketimbang bistik atau burger, rutin tiap hari jalan kaki tergopoh-gopoh (brisk walking), kendalikan jika punya hipertensi, diabetik, kolesterol, kendurkan stres, berpikir positif, karena emosi negatif mengeruhkan hidup dan karya yang kita ciptakan, selain hambatan dalam proses kreatif. Bila itu semua yang menekan hidup kita, sebagai penyair kita tidak bakal berbahagia.

Hiduplah lapang berjiwa besar, tidak menaru rasa iri dan dengki, namun berpenuh-penuh harapan kendati hanya cukup makan dan sekadar punya tempat berteduh. Mensyukuri yang sudah di tangan saja sudah berbahagia, Dari sana bisa lahir telur puisi, mana tahu itu sebuah masterpiece.
Selamat berkarya, selamat bertelur.

Salam puisi,

HANDRAWAN NADESUL

Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close
Pendampingan Menulis Buku