BooksReview

Perempuan dalam Arus Eksploitasi

Oleh Humaidiy AS

Buku ini bukan cuma layak dibaca perempuan. Lelaki pun patut membaca agar ada pembelajaran bersama dan menghindari bias dikriminatif satu sama lain, sebagai mitra sejajar juga sebagai makhluk yang sama-sama diciptakan oleh Tuhan.

Judul : Her Stroy, Sejarah Perjalanan Payudara; Mengungkap Sisi Terang Sisi
Gelap Permata Perempuan Penulis : Naning Pranowo
Penerbit : Kanisius, Yogyakarta
Tahun : I, 2010
Tebal : 260 halaman
Harga : Rp 60.000

Diakui ataupun tidak, hingga saat ini, perempuan selalu diposisikan sebagai subordinat dan dinomorduakan.

Banyak fakta menunjukkan perempuan acap kali menjadi objek kekerasan dan diskriminasi.

Secara historis, kekerasan terhadap perempuan merupakan perwujudan ketimpangan historis dari sistem masyarakat antara laki-laki dan perempuan yang pada muaranya mengakibatkan dominasi dan diskriminasi terhadap perempuan.

Dalam sejarah peradaban Hindu, misalnya, hingga abad ke-6 Masehi, perempuan dianggap sesajen bagi para Dewa.

Begitu pula dalam sejarah peradaban Yahudi sebelum abad ke-6, perempuan dianggap sebagai sumber laknat dan malapetaka karena menyebabkan Adam terusir dari surga.

Kenyataan serupa terjadi dalam sejarah peradaban Barat, Arab, dan China, perempuan dianggap sebagai makhluk tidak berguna, remeh, bahkan boleh dibunuh.

Ironisnya, potret buram kekerasan terhadap perempuan ternyata berlaku hingga zaman modern ini.

Berangkat dari kenyataan itulah Naning Pranoto, melalui buku Her Stroy, Sejarah Perjalanan Payudara; Mengungkap Sisi Terang Sisi Gelap Permata Perempuan, berupaya menggugat sekian aksi diskriminasi dan kekerasan terhadap kaumnya yang harus segera diakhiri.

Buku ini hadir begitu refl ektif dan menggugah.

Naning berhasil menyulap tema yang cukup berat ini menjadi bacaan yang renyah layaknya membaca karya fiksi. Padahal, buku ini membuka fenomena-fenomena yang sarat fakta.

Tidak hanya itu, pengembaraannya sebagai seorang jurnalis terlihat kental mewarnai bagian demi bagian dari buku ini.

Observasi dan wawancara yang menyangkut nasib buruk kaum perempuan yang terpuruk berkepanjangan memperkaya buku ini.

Suguhan 26 tulisan yang disusun secara tematik memikat perhatian pembaca karena relevan memandang sosok perempuan dari perkara yang paling sepele sampai ke perkara kompleks.

Mulai dari keengganan perempuan untuk menyusui bayi, operasi bedah plastik, implantasi payudara, hingga praktik menjadikan payudara sebagai komoditas ekonomi.

Selain itu, fenomena mitos keperawanan, kekerasan seksual, aborsi, bahkan hak-hak reproduksi tak luput dari pengamatan penulis.

Berbagai pemikiran dan gerakan mengenai sosok dan citra perempuan memang gampang memicu perdebatan sengit.

Naning Pranoto dengan caranya mampu menampilkan tema lesbian, keperawanan, nikah siri, kekerasan dalam rumah tangga, makna tubuh, aborsi, narsisme perempuan, dan lain-lain tidak untuk memperuncing perdebatan, tetapi lebih dimaksudkan untuk mencari titik temu dan penjelasan melalui perspektif perempuan.

Pandangan miring atau kecaman yang kerap menimpa kaum perempuan, entah dengan tuduhan-tuduhan politis, etis, teologis, atau estetis, didekonstruksi Naning dengan pembongkaran paradigma lama dan ikhtiar menggulirkan wacana produktif atas peran-nilai perempuan dalam spirit perubahan zaman.

Selain melalui pengamatan lapangan, dari kancah kehidupan konkret di masyarakat, Naning dengan bahasanya yang ekspresif dan komunikatif berhasil memaparkan fakta sosial mengenai perempuan dengan segala permasalahannya sekaligus berupaya memotivasi kaumnya.

Buku ini bukan cuma layak dibaca perempuan.

Lelaki pun patut membaca agar ada pembelajaran bersama dan menghindari bias dikriminatif satu sama lain, sebagai mitra sejajar juga sebagai makhluk yang samasama diciptakan oleh Tuhan.

Selamat membaca! _

Peresensi adalah Humaidiy AS, pustakawan pada Mts Ali Maksum PP Krapyak dan Aktivis Lembaga Kajian Agama dan Swadaya Umat (LeKAS) Yogyakarta

Sumber:http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=53070

Related Articles

One Comment

  1. Buku mengenai perempuan memang sangat baik untuk disosialisasikan. Agar para perempuan sendiri tergerak untuk tidak tetap tertinggal dan mencapai cita-citanya tanpa ada hambatan stereotype yang mengatakan perempuan hanya pantas di dapur saja. Majulah perempuan Indonesia!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close
Pendampingan Menulis Buku