HERStory: Sejarah Perjalanan Payudara
KARTINI adalah pemula dari kemauan dan kepentingan untuk menjelaskan perempuan melalui perspektif perempuan. Segepok surat Kartini telah menjadi suara perempuan dan tanda mata zaman bagi gerakan emansipasi perempuan di Indonesia.
Kartini menjelma inspirasi dari perubahan lakon perempuan dari zaman ke zaman. Naning Pranoto pun mengacu pada Kartini dalam ikhtiar menjelaskan perempuan oleh perempuan melalui tarikan sejarah sampai sampai realitas mutakhir.
Naning Pranoto menganggap Kartini adalah simbol dari gerakan penghapusan diskriminasi gender. Sejarah patriarkat dalam biografi diri Kartini telah menutupi terang dan mengurung perempuan dalam kegelapan. Pemikiran dan gerakan Kartini untuk melawan diskriminasi dengan model pendidikan merupakan bukti dari ikhtiar menuju terang dan membuka jalan bagi perempuan memiliki-mengembangkan diri.
Kartini dalam buku ini memang memberi inspirasi bersama sekian tokoh-tokoh perempuan kondang di dunia. Naning Parnoto dalam buku ini sengaja menampilkan sosok perempuan dengan penjelasan melalui paradigma perempuan. Model perempuan menjelaskan perempuan menjadi pilihan rasional untuk pemihakan tanpa harus membutakan diri untuk menganggap lelaki adalah musuh bebuyutan. Buku ini memihak perempuan dengan dalil lugas: “Musuh yang paling menindas bagi kaum perempuan adalah sistem yang sangat kejam tetapi tidak berkelamin.“
Mozaik Pemikiran
Buku ini hadir sebagai mozaik pemikiran dan kisah. Ramuan dan olah imajinasi menjadi pemberi nikmat dalam mengurusi pelbagai fakta tentang perempuan. 26 tulisan dalam buku ini memang terkesan beda tema tapi memiliki pengikat menjadikan perempuan sebagai subjek wacana. Suguhan tematik memang memikat perhatian pembaca karena relevan untuk memandang lakon perempuan dari perkara sepele sampai ke perkara kompleks.
Suguhan pertama adalah “Misteri di Balik Payudara“. Naning mengutip pemikiran Sigmund Freud dan ocehan Pablo Picasso untuk menelisik pandangan atas sejarah payudara melalui perbandingan perspektif lelaki dan perempuan. Freud menganggap payudara sama penting dengan penis bagi lelaki.
Payudara dan penis bersifat libidis: membangkitkan nafsu berahi secara instinktif atau sumber kenikmatan seksual. Picasso mengatakan: “Tanyalah pada lelaki apa yang diinginkannya?
Jawabannya singkat: sepasang payudara montok! Maka aku pun berkali-kali melukisnya dengan gairah.“
Dua pandangan itu dikembalikan Naning Pranoto pada tafsir historis-teologis mengenai makna asal payudara.
Patung Venus dalam peradaban Yunani merupakan simbol dari perempuan dengan payudara besar dan subur.
Payudara itu tidak sekadar sentral libido tapi mengandung makna sakral.
Kemontokan payudara adalah simbol kesuburan, kasih sayang, dan sumber kehidupan. Tafsir ini dihadirkan untuk memberi tanggapan atas perlakuan perempuan terhadap payudara.
Keengganan perempuan untuk menyusui bayi, operasi bedah plastikimplantasi payudara, dan praktik menjadikan payudara sebagai komoditas ekonomi merupakan masalah-masalah aktual dalam lakon perempuan mutakhir. Pemaknaan sekuler terhadap payudara telah ikut menentukan penghilangan sakralitas dan pemuliaan martabat perempuan.
Peran dan Makna
Lakon mutakhir juga membuat gerakan perempuan ada dalam perdebatan pelik. Perempuan menolak memiliki anak merupakan fenomena mengejutkan tapi telah terjadi di pelbagai negeri dengan pengajuan sekian argumentasi. Para tokoh feminis radikalliberal mengatakan bahwa keengganan untuk memiliki anak merupakan hak pilih perempuan dan harus dihormati.
Argumentasi ini ditopang oleh jalan perempuan dalam karier. Gerakan perempuan untuk membebaskan diri dari “penjara domestik“ dengan bekerja telah memicu pilihan kontroversial itu sejak 1970-an. Karier seperti pembebasan perempuan kendati mengandung konsekuensi dilematis. Naning Pranoto dalam urusan ini menampilkan jawaban tak tuntas melalui pengutipan pernyataan Betty Friedan dalam buku The Second Stage: “Mengombinasikan antara perkawinan, menjadi ibu, dan berkarier bukanlah hal mudah.“
Pelbagai pemikiran dan gerakan perempuan mutakhir memang gampang memicu perdebatan sengit. Naning Pranoto dengan elegan pun menampilkan tema lesbian, keperawanan, nikah siri, kekerasan dalam rumah tangga, makna tubuh, aborsi, narsisme perempuan, dan lain-lain untuk mencari terang dan penjelasan melalui perspektif perempuan. Pandangan miring atau kecaman kerap menimpa revolusi gerakan perempuan dalam tuduhantuduhan politis, etis, teologis, atau estetis. Konstruksi negatif itu diladeni dengan pembongkaran paradigma lama dan ikhtiar menggulirkan wacana produktif atas peran-nilai perempuan dalam spirit perubahan zaman.
Naning Pranoto mengutip penggalan surat Kartini (4 Oktober 1902): “Pelerjaan memajukan peradaban itu haruslah diserahkan kepada kaum perempuan –jika sudah demikian peradaban itu akan amat deras majunya.“ Optimisme atas peran perempuan dalam progresivitas peradaban menjadi acuan positif bagi gerakan perempuan untuk meruntuhkan pelbagai mitos tentang diskriminasi atau inferiorisasi terhadap kaum perempuan. Pelbagai gerakan feminis dengan aliran liberal, radikal, marxis dan sosialis, eksistensialis, multikultural, atau global mengarah pada penolakan mitos-mitos untuk merendahkan dan melemahkan peran perempuan. Perempuan justru adalah sosok melindungi dan menyelamatkan dalam riwayat peradaban manusia.
Gerakan menghadirkan perempuan sebagai subjek terus dilakukan kendati harus diramaikan dengan pertentangan pendapat. Ikhtiar membebaskan dan membuka jalan terang pada perempuan adalah agenda besar sepanjang abad dalam pelbagai ranah kehidupan: politik, ekonomi, sosial, pendidikan, hukum, seni, teknologi, dan kultural.
Margareth Mead mengungkapkan: “Membebaskan perempuan dari belenggu jiwa yang gelap sama dengan memberi penerangan kepada kaum lelaki.“ Misi pembebasan ini terasakan dalam buku ini dalam pelbagai serpihan kritik, argumentasi, kisah, dan usulan. Buku ini tidak sekadar untuk perempuan tetapi lelaki patut membaca agar ada pembelajaran bersama dan menghindari bias dikriminatif dalam memerkarakan diskursus perempuan.
(Bandung Mawardi-35/CN15)
Sumber: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/entertainmen/2010/05/01/1984/Perempuan-Menjelaskan-Perempuan