Review

Resensi Buku Writing For Therapy Karya Naning Pranoto

Penulis : Nur Chafshoh Sa'idah

Menjadi seorang penulis, tentu saja ada banyak motivasi yang melatarbelakanginya. Karya Naning Pranoto, Writing For Therapy ini, menggugah semangat pembaca dan membuka wawasan baru. Tentang menulis, hanya untuk kesenangan hati, sebagai obat atau terapi diri.

Karya apiknya kali ini, menggugah saya untuk menjadikan tulisan atau meresensi bukunya. Jika sebagian kalangan memutuskan menjadi penulis, untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah, akan berbeda lagi, saat Anda membuka setiap lembaran buku ini.

Sekilas Tentang Buku Writing For Therapy

Resensi buku ini, akan membahas tentang sebuah buku karya Ibu Naning Pranoto, yang sudah lama berkecimpung di dunia literasi. Terutama dunia menulis kisah, bahkan saya sedikit mendengar tentang bu Naning ini, ia lebih ke menulis cerpen.

Suatu waktu, saya juga berjumpa dengan lomba yang diadakan oleh pemerintah, yang memercayakan event tersebut kepadanya, sebagai juri.

Menelisik profil bu Naning, ia sebagai pencinta alam, tentu mengajak masyarakat untuk menulis cerita yang berlatarbelakang tentang alam. Baik itu, berupa hutan, lingkungan dan lain sebagainya.

Selain suka alam, bu Naning juga sudah banyak menelurkan karya bukunya. Salah satunya yang diberi judul Writing For Therapy.

Di dalam buku yang saya pegang, dengan sampul berwarna hijau pupus dan ada ilustrasi pena hijau, ada juga huruf, angka, serta lainnya untuk menandakan bahwa menulis itu bisa dijadikan terapi. Ternyata di sana saya memegang yang edisi pertama, yaitu tahun 2015.

Saya tidak mengikuti perkembangan buku ini, tapi saya akui kalau jatuh cinta sih sama buku ini. Karena berhasil meyakinkan saya, bahwa menulis itu bisa dijadikan untuk menghibur dan terapi.

Siapa penerbitnya cung? Yayasan Pustaka Obor Jakarta, tidak sembarangan kan? Memang, soalnya bu Naning ini sudah terpercaya dan memang karyanya dan kecintaannya terhadap literasi, tidak bisa terelakkan.

Kelebihan Buku Writing For Therapy

Anda bertanya pada saya, apa yang saya sukai dari buku ini? Jika ditelisik dari font, memang tampak biasa saja, tapi apakah Anda tahu? Karya yang memang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang terapi hati dengan menulis ini, ternyata ada kolom praktiknya langsung.

Maksudnya bagaimana ini, tempat praktek? Yups, ada halaman khusus per babnya, untuk lembaran yang digunakan para pembaca menuliskan kata di sana, ada panduannya juga, harus diisi apa.

Dengan adanya kolom tambahan tersebut, tentu saja, pembaca akan senang karena bisa praktik. Terlebih, jika pembacanya merupakan salah satu korban hati yang memang merasakan keluhan seperti dalam penjelasan buku tersebut.

Selain kolom praktik, perbabnya juga menyajikan cerita-cerita para korban hati yang perlu diterapi. Tentu saja, karena cerita itu ditulis dalam buku ini, bisa dong, kalau menggunakan terapi melalui tulisan.

Cerita tersajikan bukan hanya sekilas ya, ada beberapa contoh yang pernah dirasakan oleh orangnya langsung. Perbedaannya hanya ada di terapi menulis dengan teori garis, kalau untuk saya sih, enak terapi menulis kisah. Namun terapi garis ini, lebih ampuh sih tampaknya, saya hanya mengira-ngira ya, soalnya kejiwaan saya nggak terlalu terganggu sih.

Jadi praktik paling hanya menulis cerita, biar lebih plong hati ini. Anda jangan cepat menyerah ya, jika mengalami gangguan hati, bisa langsung ambil buku ini dan dipraktekkan.

Kekurangan Buku Writing For Therapy

Selain ada kelebihan seperti yang tersaji di atas, tentu semuanya pasti tak luput dari kekurangan. Kekurangan dalam buku ini, mungkin masih banyak kasus tentang gelisah hati yang belum terungkapkan dan solusi lembaran garisnya seperti apa.

Namun untuk kekurangan tersebut, tentu terkendala pada banyaknya halaman yang ditulis dalam buku. Tidak semua buku, baik untuk diberi halaman yang begitu panjang. Menjadi terkesan menjenuhkan, jika ada pemaksaan, hal ini adalah kekurangan yang disebabkan karena strategi, menurut hemat saya, masih bisa dimaklumi.

Buku tentang terapi yang terlalu panjang akan lebih terkesan menjenuhkan, sebaliknya, buku terapi butuh yang simpel-simpel saja, terpenting adalah praktiknya.

Dengan adanya kekurangan tersebut, bisa membuktikan bahwa masih banyak beberapa hal yang bisa diselesaikan dengan terapi menulis.

Mengapa Harus dengan Menulis?

Informasi di atas, sudah cukup gamblang, bahwa menulis bisa dijadikan jurus untuk menyenangkan hati. Sekadar bercengkrama dengan hati, melalui pensil dan juga lembaran. Jika Anda ingin tahu, cara gampang selain dengan membuka buku bu Naning.

Anda tinggal mengeluarkan selebaran saja, kertas kosong ya, dengan pensilnya. Jika sudah, silakan menggambar bebas, atau hanya sekadar goresan pena, itu saja sudah cukup membuat hati Anda lebih jernih.

Bisa juga tuliskan cerita yang mengalir begitu saja, kalau cara ini, biasanya saya gunakan. Mengapa harus dengan menulis? Simpel saja sih menurut saya. Menulis cerita bebas, atau keluh kesah Anda hari ini atau yang membuat Anda tidak bisa berpikir jernih.

Jika dituliskan mengalir, nanti jawaban atas kerisauan Anda bisa tertuliskan juga, yang bisa menjawab tentu Anda sendiri.

Coba saja dulu, nanti pasti ketemu, mengalir kok jawabannya. Itu, bisa dikatakan dari hati nurani yang menuliskan.

Penutup

Entah mengapa, saya nulis resensi ini agak terbatas katanya. Masih kurang plong, tetapi ngejar waktu dan aktivitas juga sih, sudah malam banget. Hihi. Ya sudah, saya tutup dulu ya para pembaca.

Jadi pada intinya, resensi buku Writing For Therapy ini, sangat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya yang mengalami kegelisahan hati. Bisa sambil baca, dan ambil pensil, nanti langsung ditulisakan di sana, atau dipindah dulu ke kertas, biar tidak terlalu corat-coret buku, hehe.

Tags

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also

Close
Back to top button
Close
Pendampingan Menulis Buku