Film & Teater

Rudi Soedjarwo Dan Tradisi Berbagi

“Terima kasih kepada orang-orang yang meremehkan saya. Saya berjanji, selama saya masih bernafas, film Indonesia tidak akan mati!” – itulah ungkapan isi hati Rudi Soedjarwo, ketika menerima penghargaan Piala Citra FFI 2004 (sebagai Sutradara Terbaik) – yang digelar di Taman Impian Jaya Ancol pertengahan Desember lalu. Kalimat-kalimat itu diucapkannya dengan penuh semangat dan berapi-api serta ceria…

Penuh semangat, berapi-api dan tampil ceria memang ciri khas Rudi Soedjarwo yang lahir di Jakarta, 7 November 1971. Selain itu, ia juga ramah, adaptif dan suka bercanda.Tetapi, ia akan menjadi serius apabila berbicara soal film, berbagi (sharing) pengalaman dengan mereka yang ingin menimba ilmu tentang perfilman. Ini penulis amati di berbagai tempat di mana ia hadir sebagai pembicara untuk mengembangkan dunia perfilman Indonesia. Ia tidak memandang siapa pesertanya, pelajar atau mahasiswa atau calon-calon sineas, materi yang ia bawakan sama berbobotnya

“Mas Rudi itu orangnya nggak pandang bulu, yang cantik, yang jelek, semua diperlakukan sama. Aduhh., kita jadi cinta deh sama dia,” komentar para pelajar yang pernah mengikuti bincang-bincang ‘Kiat Menjadi Aktris-Aktor Film bersama Rudi Soedjarwo’ di sejumlah kota, antara lain Jakarta, Surabaya, Bandung dan Padang. “Kapan ya bisa ikut main di filmnya Mas Rudi? Siapa tahu, kita-kita ini bisa jadi sehebat Dian Sasstro!” harapan mereka, polos.

“Mas Rudi itu seperti guru ya, bisa ngajari.. Pantesan, bisa jadi sutradara handal,” puji para kepala SMU yang pernah mengikuti acara Rudi.

Rudi yang dipuji tersenyum-senyum. Matanya memancarkan kepuasan. Tapi yang membuatnya puas bukanlah pujian itu, melainkan ia merasa senang karena kehadiran dan materi yang dibawanya bisa diterima berbagai kalangan. “Saya memang suka bicara dalam acara-acara begini, bincang-bincang tentang film,” tegas Rudi, karena forum ini dinilainya dapat memajukan perfilman Indonesia.

Jadi ‘Panci Ajaib’
Nama Rudi Soedjarwo meroket sejak ia sukses menyutradari film ‘Ada Apa Dengan Cinta’ yang diluncurkan Februari 2004. Februari tahun ini, ia meluncurkan film bertema cinta, berjudul ‘Tentang Dia’. Ia optimis, film itu akan menjadi film favorit para remaja. Di samping itu ia juga mempersiapkan film yang temanya lebih serius berjudul ‘Naga Sembilan’, berkisah tentang dedikasi dan kesetiaan sekawanan petugas keadilan dalam menjalankan tugasnya membongkar penyelewengan yang terjadi dalam tubuh aparat itu sendiri.

“Saya suka menyuguhkan cerita yang memang bagian dari hidup kita dan itu tidak selalu yang indah-indah saja. Juga, tidak harus mengikuti arus pasar dan menampilkan bintang yang lagi ngetop. . Lebih baik menyajikan hal yang berbeda, tetapi konsepnya matang,” demikian pendapat Rudi mengenai karya-karyanya.

Dari ungkap Rudi, dapat kita baca bahwa ia berprinsip kuat dalam berkarya, maka ia tampil berbeda dan karyanya sukses. Tetapi untuk menjadi Rudi Soedjarwo tidaklah mudah. Karena selain berprinsip kuat, ia juga berkemauan kkuat dan pekerja keras..

“Kalau mau bikin film, ya bikin saja. Jangan ada alasan, tidak punya modal. Yang penting, cari teman yang satu cita-cita, kompak, mau banting-tulang, , bikin perencanaan bagus, susun anggaran yang rasional, mungkin ada investor yang percaya sama kita,” tegas Rudi, ketika ditanya mengenai modal utama membuat film.

Dalam kenyataannya, Rudi memproduksi film pertamanya tidak mengandalkan investor, melainkan membuat film independen (‘Tragedi’), kemudian dilanjutkan dengan memproduksi ‘Bintang Jatuh’ yang dibintangi Dian Sastro. Dalam memproduksi ‘Bintang Jatuh’ Rudi tidak hanya berperan sebagai sutradara, tetapi juga sebagai produser, juru-kamera, soundman hingga proses editing. “Pokoknya, dalam ‘Bintang Jatuh’ Mas Rudi itu ngerjain macem-macem, banyak banget. Tapi di film ‘Ada Apa Dengan Cinta’ konsen pada satu bidang, sebagai sutradara. Jadi, hasilnya okey banget,” papar Dian Sastro, mengenang ‘sibuknya’ Rudi dalam meniti awal karirnya. Ia bak ‘panci ajaib’, mengerahkan semua kemampuannya..

Tradisi Berbagi, Kunci Sukses
Rudi mengaku, sejak kecil suka nonton film dan ingin membuat film. Tetapi ayahnya yang Jendral Polisi (almarhum Anton Saoedjarwo) menginginkan putra sulungnya ini menggeluti dunia bisnis. Maka ia sekolah ke Benua Paman Sam dan sempat ‘menikmati’ bangku kuliah di bidang bisnis dan manajemen. Kemudian, ambil fak lainnya, yaitu di bidang perfilman dan video (di Academy of Arts College di San Fransisco). Di sinilah ia belajar ABCD-Z tentang perfilman dan video. Ini membuatnya tidak hanya menguasai penyutradaraan saja, tetapi juga pengambilan gambar, penata suara, pencahayaan hingga editing serta mengelola sebuah produksi film dan ia juga punya perusahaan film.

“Saya membuat film bukan sekedar memproduksi film.Kalau bisa ada sumbangannya ke pendidikan. Misalnya, mendirikan kursus-kursus untuk melatih para pekerjaan film, sharing pengalaman membuat film untuk mereka yang ingin membuat film, agar perfilman Indonesia bisa bangkit lagi,” demikian tekad Rudi.

Bila disimpulkan, apa yang ingin dilakukan Rudi adalah berbagi, membagi pengalamannya bagi yang memerlukannya. Tradisi Rudi yang suka berbagi itu mengundang simpatik dari berbagai pihak dan itu membuat karir sukses.

Tags

One Comment

  1. wow… anda pinter sekali memanfaatkan hidup. salut dech…… dan semangat!!. sudah keliatan dari tulisan “Terima kasih kepada orang-orang yang meremehkan saya. Saya berjanji, selama saya masih bernafas, film Indonesia tidak akan mati!”. sepertinya anda “dendam”. hehehe….

    ok terus maju dalam berkarir, dan saya akan memegang omongannya anda agar film Indonesia terus hidup. :-D. oya jgn lupa bersyukur pda Tuhan (hahahaha sok alim). ok dech sukses selalu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close
Pendampingan Menulis Buku