LMCRNews

Testimoni Dewan Juri

Ari  MP Tamba

Setiap kali ikut menjadi juri LMCR, saya selalu mendapatkan kejutan: betapa besarnya potensi pengarang di Indonesia. Peserta LMCR selalu membludak dan ide-ide cerita serta teknik penggarapannya beraneka. Yang masih kurang secara umum adalah penggunaan bahasa Indonesia yang baik. Tapi kekurangan ini akan teratasi ketika mereka semakin produktif.

Masalahnya: kemana mereka yang mengikuti dan juga memenangkan LMCR? Hanya sebagian kecil yang kelihatan terus berkreasi, menulis di media cetak, kembali mengikuti LMCR atau menerbitkan buku. Yang lain: hilang tanpa kabar. Di sinilah saya kira perlunya dukugan aktif orangtua dan sekolah, agar para calon pengarang itu tetap kreatif dan produktif.

Sebab, mengarang bukanlah sekadar hobi masa remasja. Melainkan dapat diasah menjadi pilihan karir untuk hidup. Di Indonesia, seperti halnya di negara-negara lain, pengarang kini bahkan menjadi pilihan profesi yang menjanjikan.*

Nenden Lilis A

Sastrawan/Dosen

Menjadi juri LMCR yang diselenggarakan PT ROHTO Laboratories Indonesia dan dilaksanakan oleh RAYAKULTURA membuat saya semakin yakin pada kebenaran kata-kata E.V. Piers – Pakar Kreativitas, menegaskan, “All individuals are creative in divers ways and different degrees.”

Antusiasme, banyak dan variatifnya peserta dengan karya-karyanya yang kaya dengan kepedulian pada masalah-masalah sosial, menunjukkan bahwa peserta LMCR begitu kreatif. Di antara mereka ini juga cermat dalam mengangkat dan menggali kedalaman filosofi dan budaya lokal. Mereka juga tajam memberikan pandangan, memperlihatkan bahwa potensi dan kreativitas para remaja bangsa kita tidaklah seburuk yang sering dikeluhkan banyak pihak. Artinya, LMCR ini membuktikan bahwa potensi dan kreativitas generasi muda kita akan hidup dengan penuh gairah jika diberi ruang dan peluang yang terarah, seperti yang telah dilakukan dalam kegiatan LMCR.

Martin Aleida

Martin Aleida - Sastrawan

Membaca dengan saksama para peserta LMCR, di dalam mata hati saya tampak surya kepengarangan yang sedang menyingsing membawa cahaya baru ke dunia kita yang sudah tua lantaran persengketaan tentang hidupntak bertepi. Sebuah perdebatan yang muncul lantaran dasar hati yang sama-sama hitam…Puah hati yang legam menyingkirlah. Tulang kami bukan untuk diratah!

Adek Alwi

Sastrawan/Dosen

Menurut saya LMCR ini baik sekali, karena menampung bakat mengarang para remaja dari berbagai daerah, juga dari Jakarta — jumlahnya ribuan. Karya mereka ada yang bicara warna lokal, sehingga kesan saya: membaca karya yang indah, sastra Indonesia yang ditulis oleh kaum muda, sesuai dengan pandangan mereka. Demikian kesan saya ketika menjadi juri LMCR.

Ahmad Nurullah

Siapa pengarang yang akan ikut meramalkan sejarah cerpen Indonesia, kini dan di masa depan? LMCR menjadi semacam pintu yang menghadapkan saya pada fakta: sederet nama yang karya-karyanya sungguh mencengangkan: kaya imajinasi dan sarat renungan. Fakta yang menerbitkan optimisme bahwa masa depan sastra Indonesia, khususnya di sektor cerpen, tidaklah suram.

Kurniawan Junaedhie

Cerpenis/Jurnalis

Sudah sejak lama saya merasa tua untuk membaca sebuah cerita pendek di majalah-majalah remaja. Pasalnya, cerpen-cerpen remaja menggunakan bahasa gaul yang jelas membuat pembaca seusia saya sulit mencerna jalan cerita apalagi maknanya.

Maka, ketika saya ditunjuk sebagai juri LMCR saya sempat terkesima – ternyata cerpen-cerpen yang mengikuti LMCR ternyata ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia baik dan indah serta benar. Dan, yang lehih hebat lagi cerpen-cerpen tersebut tidak kehilangan keremajaannya. Bahkan, sebagai karya sastra Indonesia, cerpen-cerpen yang saya baca untuk dinilai justru lebih berkilau dibandingkan dengan cerpen-cerpen sastra yang sudah ada. Jujur saja, saya sangat salut pada penyelenggara LMCR. Semoga sastra Indonesia tetap berjaya….

Ahmadun Yosi Herfanda

Budayawan/Ketua Komite Sastra DKJ

Cerpenis-cerpenis unggul sering lahir dari lomba menulis cerpen, termasuk dari ajang LMCR tentunya. Banyak cerpen yang bagus, unik dan imajinatif, muncul sebagai nominator pemenang LMCR. Karena itu, saya yakin LMCR akan banyak melahirkan cerpenis-cerpenis baru yang unggul.

Cerpen-cerpen yang masuk nominasi LMCR-2011 ini, rata-rata bagus, inovatif, unik dan menarik. Simak saja misalnya Attar – yang mengisahkan dedikasi tinggi seorang relawan bencana Merapi. Uniknya, kisah dramatis dituturkan oleh sebatang pohon trembesi. Simak pula cerpen Topeng Bahgie di Tepi Keloyang dan Kutilang Mencium Rembulan yang sangat puitis dan fantastis, layaknya dongeng kontemporer. Jangan lewatkan pula cerpen Pada Petak Garam yang juga sangat puitis dan aneh tapi punya pesan positif – keikhlasan berkorban untuk seorang ayah.

Cerpen lainnya juga menarik dan menggugah perasaan. Demikian juga pada LMCR tahun-tahun sebelumnya, selalu muncul cerpen-cerpen unik dan menarik, dengan tetap punya pesan positif. Semnnua itu makin meyakinkan saya bahwa dari tradisi LMCR ini akan hadir cerpenis-cerpenis Indonesia yang unggul. Oleh karena itu, tradisi kreatif ini perlu terus dipertahankan.

Andri Darmadji Woko

Penyair/Jurnalis

Cerpen remaja terus ditulis dan diterbitkan melalui berbagai media. Cerpen semacam ini tidak harus berbahasa gaul dan teenlit, seperti yang kita lihat pada buku atau majalah remaja. RAYAKULTURA didukung PT ROHTO menyelenggarakan lomba menulis cerpen remaja (LMCR), untuk mendapatkan cerpen yang berbobot dan serius.

Kemudian, hasil lomba diterbitkan sebagai buku sehingga mempermudah apresiasi kita terhadap karya pengarang pada suatu masa. Betapa cerpen Lukisan Hujan salah satu pemenang LMCR 2008, sudah beberapa kali saya baca dan tetap mengesankan hingga sekarang.

Naning Pranoto

Naning Pranoto & LMCR

Sungguh tak pernah terbayangkan bahwa LMCR akan dibanjiri peserta. Kami punya catatan: LMCR Tahun I, pesertanya 3.502 judul, Tahun II meningkat 3.900 judul, Tahun III mulai melonjak berjumlah 4.510 judul. LMCR Tahun IV diikuti 5.498 judul, Tahun V meningkat lagi menjadi sebanyak 6.823 dan LMCR Tahun VI mencapaiu angka 8.000 judul.

Pesertanya pada LMCR Tahun I hanyalah dari wilayah Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Malang, Surabaya dan Denpasar ditambah beberapa dari Medan, Pekanbaru dan Palembang. LMCR Tahun II mulai berkembang, peserta bersifat nasional. Bahkan, beberapa dari para pelajar dan mahasiswa yang sedang studi di Singapura, Malaysia dan Sydney. Tahun berikutnya, ada peserta dari Hong Kong, Jepang dan Filipina. Peserta LMCR terus berkembang pesat dan pesertanya tidak hanya dari kota-kota besar tapi juga dari kota-kota kecil di seluruh pelosok Tanah Air. Benar-benar mengejutkan dan ini suatu keajaiban bahwa negeri kita ini kaya akan pengarang tapi mereka bak: wild flower no body cares…fortunatelly the LMCR ROHTO-MENTHOLATUM AWARD comes…

Puluhan ribu cerpen telah saya baca, karya para peserta LMCR sejak tahun pertama hingga tahun ke enam. Ribuan cerpenis pula saya kenal dan saya bangga menjadi saksi prestasi mereka. Catatan saya, untuk meningkatkan prestasi lebih tinggi ada tiga hal: (1) Menggali ide lebih serius agar tidak mengulang-ulang (meniru) cerita yang sudah ada; (2) Melatih diri menulis narasi agar cerita yang ditulis terlukiskan secara optimal (simak narasi cerpen karya para pemenang LMCR-2011); (3) Hindari niat menulis cerpen hanya untuk ikut lomba – jadikan menulis cerpen bagian dari nafas kita untuk mengarungi hidup yang lebih indah, indah dan indah.

Tags

Related Articles

One Comment

  1. meskipun kalah, saya akan tetap menulis untuk mengasah kemampuan menulis saya. suatu hari, pasti akan tiba saatnya untukku merasa bangga berdiri di hadapan ribuan orang sambil memegang sebuah buku sambil berkata, “Ini karya saya!” 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close
Pendampingan Menulis Buku